Penulis: Siti Wulandari
Mahasiswa FISIP-Hubungan Internasional
Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
(30 Juni 2012)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Pada
masa Perang Dunia II, wilayah Eritrea diduduki oleh Inggris. Namun, paska Perang
Dunia II berakhir, Inggris sebagai Negara yang sedang menduduki Eritrea diminta
oleh PBB untuk menyerahkan Eritrea kepada Ethiopia. Ethiopia menerima keputusan
PBB tersebut. Tetapi Eritrea tidak sepaham dengan keputusan tersebut, karena
Eritrea menganggap keputusan tersebut merugikan dan Ethiopia dianggap sebagai
penjajah baru. Sehingga rakyat Eritrea mulai melakukan perlawanan dan
pemberontakan sejak tahun 1962 hingga akhirnya merdeka melalui referendum pada
tahun 1993.
Sejak
itu, baik Eritrea maupun Ethiopia menjadi masing-masing Negara yang merdeka dan
berdaulat di kawasan Afrika dengan nama State
of Eritrea (Eritrea) dan Federal
Democratic Republic of Ethiopia (Ethiopia). Namun, paska kemerdekaan
Eritrea tersebut hubungan kedua Negara memburuk baik dari segi ekonomi,
diplomatik, kependudukan, maupun dari segi kewilayahan. Bahkan, paska
kemerdekaan Eritrea kedua Negara telah membentuk komisi bersama untuk
menentukan status resmi dari wilayah-wilayah di perbatasan kedua Negara yang menjadi
persengketaan utama. Namun, komisi ini gagal untuk menyelesaikan masalah wilayah
yang disengketakan oleh kedua Negara.
Puncak
ketegangan antara kedua Negara terjadi ketika Eritrea dan Ethiopia terlibat
dalam perang terbuka yang berlangsung sejak tahun 1998. Perang terbuka tersebut
terjadi akibat perebutan wilayah perbatasan di antara keduanya. Dalam perang
terbuka tersebut, masing-masing pihak mengerahkan ratusan ribu tentara dan
persenjataan-persenjataannya yang paling canggih. Akibat perang ini kedua
Negara kehilangan ratusan ribu nyawa warga negaranya. Hingga akhirnya, perang
terbuka antara Eritrea dan Ethiopia tersebut dapat diakhiri pada tahun 2000.
Di
sini, penulis berupaya memaparkan mekanisme resolusi konflik yang diupayakan
untuk mengatasi konflik perebutan wilayah yang terjadi antara Eritrea dan
Ethiopia dalam makalah yang berjudul “Resolusi
Konflik Perebutan Wilayah Eritrea -
Ethiopia (1998-2000).
2.
Perumusan Masalah
Konflik
yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia sesungguhnya telah berlangsung sejak
Eritrea meraih kemerdekaannya pada tahun 1991. Di antara kedua Negara muncul
benih-benih konflik dan ketegangan-ketegangan. Puncak ketegangan antara kedua
Negara terjadi ketika memperebutkan wilayah perbatasan yang menyebabkan
terjadinya perang terbuka yang meletus pada tahun 1998.
Dalam
peperangan tersebut, baik Eritrea maupun Ethiopia mengerahakan kekuatan
militernya secara maksimal dan menggunakan peralatan militernya yang tercanggih
yang dimiliki. Perang tersebut menyebabkan kerugian yang besar secara ekonomi
dan melayangnya ratusan ribu jiwa penduduk. Hingga akhirnya perang tersebut
dapat diakhiri pada tahun 2000. Melihat fenomena konflik tersebut, dalam
makalah ini penulis berupaya memaparkan dan menjelaskan Bagaimana resolusi konflik yang diupayakan untuk menyelesaikan konflik
perbatasan antara Eritrea dan Ethiopia yang terjadi pada tahun 1998-2000 ?
3.
Tinjauan Pustaka
1.
J. Abbink. African Affairs: “Briefing: The Eritrean-Ethiopian Border Dispute.” 1998. Hal. 551 –
565.
Dalam jurnalnya Abbink lebih memfokuskan
penelitiannya pada akibat yang ditimbulkan setelah konflik perebutan wilayah
yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia. Di mana, Ia menjelaskan bahwa
kerugian-kerugian yang muncul akibat konflik tersebut adalah a) hilangnya
banyak nyawa b) rusaknya sistem ekonomi, berkurangnya investasi asing,
menurunnya pembangunan ekonomi di masing-masing wilayahnya, c) melemahnya
posisi Eritrea dan Ethiopia di kawasan Afrika, d) terdapat perbedaan pendapat
internal yang mencolok mengenai status wilayah yang sedang diperebutkan, e)
terjadinya ketidakstabilan dan meningkatnya tingkat represi dari kedua negara,
f) masalah politik selama konflik berlangsung.
Pemimpin yang tidak memiliki tanggung jawab dan
tidak memiliki semangat demokrasi seringkali tidak akan mendapat dukungan dari
kekuatan dunia dan masyarakatnya. Sedangkan penelitian yang sedang dirumuskan
oleh penulis ini akan membahas mengenai proses dan hasil dari upaya resolusi
konflik menyelesaikan konflik yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopa.
2. Abebe Zegeye and Melakou Tegegn. The
Post-War Border Dispute Between Ethiopia and Eritrea on the Brink of Another
War?
Klaim dan kontra klaim yang terjadi antara Eritrea dan
Ethiopia atas wilayah-wilayah di negara mereka merupakan akar dari konflik dan
peperangan yang terjadi di antara keduanya. Dalam tulisan ini, peneliti
berusaha menggali dan melakukan pengamatan krisis terhadap klaim yang dibuat
oleh pemerintah Eritrea dan Ethiopia. Pengamatan ini dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap validitas klaim masing-masing negara. Pengamatan dan
penilaian ini akan mencoba menggambarkan kelemahan dan kekuatan masing-masing
pihak. Dari hasil penelitian tersebut, diupayakan ada solusi dan saran
alternatif tentang cara penyelesaian konflik Eritrea – Ethiopia.
Jika Zegeye dan Telakou memfokuskan penelitiannya pada
klaim wilayah yang dilakukan oleh Eritrea dan Ethiopia yang menjadi akar
masalah konflik di antara keduanya, maka penulis mencoba membedah dan
menganalisa mengenai proses resolusi konflik beserta keputusan yang dihasilkan
dari upaya resolusi konflik yang dijalankan.
3.
Richard Akresh, et. Al. WB and BREAD Discussion
Paper: “Wars and Child Health: Evidence
from the Eritrean –Ethiopian Conflict.” March 2011. Germany: IZA.
Dalam penelitian Richard ini, Ia bersama
tim peneliti lainnya mencoba melakukan penelitian terhadap konflik antar
negara. Di sini, Ia meneliti konflik yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia
untuk mengukur dampak konflik terjadap kesehatan anak-anak di kedua negara.
Penelitian ini tentu sangat berbeda
dengan rumusan penelitian penulis sekarang meskipun memiliki latar yang sama
dengan pimpinan. Karena di sini penulis hanya akan memfokuskan hubungan antar
Pemerintah Eritrea dan Ethiopia yang sedang berkonflik dengan para aktor-aktor
di kawasan Afrika yang telah beberapa kali menjadi mediator dalam penyelesaian
masalah. Penulis pun kini berusaha melacak bagaimana upaya resolusi konflik
yang digunakan dalam penyelesaian masalah Timor Timur.
4. Lineke
Westerveld Sassen. The Impact of The Eritrean-Ethiopian Border Conflict on The
Children in Eritrea; The Role of Protective Factors. 8 Maret 2005.
Artikel yang ditulis oleh Westerveld ini
Artikel
ini menjelaskan sebuah penelitian tentang dampak perang terhadap anak-anak
Eritrea yang tinggal di tempat terlantar di Kamp wilayah Gash Barka. Penelitian
ini mencoba melakukan penilaian terhadap kebutuhan psikososial dan kemungkinan
terjadinya stress traumatik terhadap anak-anak dalam kondisi konflik.
Meskipun
artikel ini membahas tentang konflik perebutan wilayah yang dilakukan oleh
Eritrea dan Ethiopia, namun Ia lebih memfokuskan tulisannya pada dampak secara
psikologis yang dialami oleh anak-anak pada masa konflik. Hal ini tentu berbeda
dengan pembahasan yang akan dilakukan penulis tentang upaya resolusi konflik
yang diupayakan dalam konflik Eritrea dengan Ethiopia pada tahun 1998 hingga
tahun 2000.
4.
Kerangka Teori
a.
Definisi Konseptual
1)
Konflik
Konflik
merupakan perselisihan yang terjadi antara paling tidak oleh dua pihak, di mana
kebutuhan keduanya tidak dapat dipenuhi dengan sumber daya yang sama pada saat
yang bersamaan. Kondisi ini merupakan suatu kondisi ketidakcocokkan (incompatibility).
Posisi kedua pihak juga tidak cocok satu sama lain. Di mana ada bentuk-bentuk
kelangkaan yang terjadi di antara kedua pihak tersebut. (Wallensteen, 2002: 15)
Ketidakcocokkan
yang terjadi antar aktor merupakan akar dari terjadinya konflik. Konflik yang
terjadi antar negara-negara yang berdaulat ini tidak dapat dihindari. Hal ini
dikarenakan oleh, masing-masing negara tersebut berupaya mempersiapkan diri
untuk bertahan dari serangan yang mungkin saja terjadi untuk melindungi
kelangsungan hidup diri mereka. (Wallensteen,
2002: 15)
Ketidakpastian
dalam sistem (hubungan internasional) ini juga akan menimbulkan ketakutan yang
kemudian akan berujung pada konflik. Sehingga ada tiga komponen utama yang
memicu terjadinya konflik yaitu adanya ketidakcocokkan (incompatibility) antar
aktor (actor) yang menyebabkan aktor-aktor tersebut bertikai atau
berkonflik (action). (Wallensteen, 2002: 16)
2)
Resolusi Konflik
Resolusi
konflik merupakan suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berkonflik melakukan
suatu perjanjian (agreement) yang
dapat memecahkan ketidakcocokkan (incompatibility) utama di antara mereka, menerima keberadaan satu sama lain
sebagai dan menghentikan tindakan
kekerasan satu sama lain. Resolusi konflik ini merupakan suatu kondisi yang
selalu muncul setelah konfliknya terjadi.
(Wallensteen, 2002: 8)
Resolusi
konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu solusi atas konflik
yang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih diterima oleh
pihak-pihak yang berkonflik. (Wallensteen, 2002:
111)
Perjanjian
yang dilakukan dalam resolusi konflik ini biasanya merupakan suatu pemahaman
resmi, di mana suatu dokumen yang dihasilkan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang berkonflik dalam kondisi yang serius. Namun, perjanjian ini dapat bersifat
lebih informal, yakni terjadi pemahaman yang implisit di antara mereka.
Perjanjian yang seperti itu mungkin terjadi dan disimpan dalam sebuah dolumen
rahasia, misalnya saja, sebuah perjanjian yang dibuat sebagai prakondisi
pengaturan resmi, atau sebagai kesepakatan antar pihak yang berkonflik secara
eksplisit. (Wallensteen, 2002: 8)
Masing-masing
pihak yang berkonflik menerima
keberadaan masing-masing setelah perjanjian dilakukan merupakan suatu
elemen yang penting untuk membedakan antara perjanjian perdamaian (peace
agreement) dan perjanjian
kapitulasi, namun esensi dari perjanjian ini adalah untuk mengakhiri
partisipasi masing-masing pihak dalam konflik. (Wallensteen,
2002: 8)
Perumusan
penghentian semua tindakan kekerasan
yang dilakukan satu sama lain selama konflik berlangsung merupakan hal yang
paling penting dalam suatu perjanjian damai. Kesepakatan penghentian tindakan
kekerasan biasanya merupakan bagian dari perjanjian damai yang dilakukana,
tetapi dapat juga dilakukan secara terpisah. Seringkali, penghentian tindakan
kekerasan antara pihak yang berkonflik diumumkan pada saat yang sama ketika
perjanjian damai dicapai. Dengan demikian, perang telah berakhir dan bahaya
terjadinya pembunuhan berkurang. (Wallensteen,
2002: 9)
Resolusi
konflik tidak selalu identik dengan perdamaian.
Ada tumpang tindih antara kedua konsep tersebut. Namun gagasan paling
umum tentang kondisi damai adalah ketiadaan atau berakhirnya perang yang
terjadi. Perlu ditegaskan bahwa sebuah konflik tidak dapat diakhiri sebelum
perjuangan bersenjata juga berakhir. Dengan demikian, perdamaian tidak cukup
hanya dengan berakhirnya pertempuran dan peperangan. Resolusi konflik ini lebih
kepada definisi atau kondisi damai yang terbatas. (Wallensteen, 2002: 10)
Perjanjian
resolusi konflik kepentingan antar aktor merupakan suatu hal yang kompleks.
Perjanjian damai yang dihasilkan dalam resolusi konflik tersebut merujuk pada
situasi di mana pihak-pihak yang berseteru menerima satu sama lain sebagai satu
kesepakatan bersama. Ini berarti tidak ada pihak yang memenangkan dan
mendapatkan keseluruhan kepentingan yang diinginkan, dan tidak ada pihak yang merasa
kalah dan kehilangan seluruh kepentingan yang diharapkan. (Wallensteen, 2002: 9)
Salah
satu dari tujuh mekanisme mengatasi ketidakcocokkan antar aktor yang berkonflik
adalah mekanisme resolusi konflik. Di mana mekanisme penyelesaian konflik ini
diserahkan dari tingkat politik ke tingkat hukum dan dengan demikian para pihak
yang bersengketa diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya dan tidak menciptakan
solusi konfliknya sendiri. (Correl, 1999: 33-34)
Mekanisme resolusi konflik di
tingkat hukum dilakukan dengan mekanisme ad hoc, di mana
upaya resolusi konflik tersebut dibawa ke pengadilan
arbitrasi. Di dalam sidang arbitrasi ini, pihak-pihak yang berkonflik
berkomitmen untuk menerima apa pun hasil keputusan pengadilan sebagai bentuk
resolusi konflik yang dicapai. (Wallensteen,
2002: 111)
b.
Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka
Berpikir Penulis
Perang
antar Negara atau Interstate War
merupakan peperangan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan perang antar negara ini terjadi. Namun, dalam
penelitian ini, penulis membatasi faktor yang menjadi penyebab perang antar
negara pada faktor geopolitik dan kapitalpolitik.
Konflik
geopolitik merupakan kondisi di mana terjadi klaim dan perebutan suatu wilayah
yang dianggap penting bagi pihak-pihak yang memperebutkan wilayah tersebut
sehingga menyebabkan peperangan atau konflik bersenjata yang serius di antara
mereka.
Suatu
wilayah tertentu dianggap sebagai wilayah yang sangat penting sehingga control
atas wilayah tersebut juga berarti control atas seluruh benua atau bahkan
control atas seluruh dunia. Dapat disimpulkan bahwa geopolitik berkaitan dengan
perhatian pada suatu wilayah dengan kepentingan tertentu di dalamnya. (Wallensteen, 2002: 95)
Dalam
kapitalpolitik isu ekonomi merupakan isu yang sentral dan utama, isu ekonomi
ini misalnya harga minyak, jalur-jalur pipa gas, rute transportasi, hubungan
antara si kaya dan si miskin, penghasil barang-barang industry dan non
industry. Isu ekonomi ini menjadi isu yang paling mendasar dalam membentuk pola
konflik yang terjadi. (Wallensteen, 2002: 96)
Adapun
indikator-indikator dalam proses resolusi konflik adalah:
1. Adanya
perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik, yang merupakan
suatu perjanjian damai “peace agreement”;
2. Perjanjian
yang dibuat digunakan untuk memecahkan ketidakcocokkan utama antara pihak-pihak
yang berkonflik;
3. Pihak-pihak
yang berkonflik menerima keberadaan satu sama lain setelah perjanjian damai
dicapai;
4. Pihak-pihak
yang berkonflik menghentikan tindakan kekerasan yang mereka lakukan sebelumnya,
sebagai suatu bentuk perdamaian yang dihasilkan dari proses resolusi konflik
yang dijalankan.
Konsep-konsep
dan teori-teori inilah yang akan dioperasionalisasikan dalam membedah dan
menganalisa konflik perebutan wilayah yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia.
Konsep dan teori tersebut pula yang akan menjadi pijakan dalam menaganalisa
upaya resolusi konflik yang dilakukan oleh PBB dalam menyelesaikan konflik
Eritrea dan Ethiopia.
5.
Hipotesis dan asumsi
a.
Hipotesis
Konflik
perebuatan wilayah yang terjadi di antara Eritrea dan Ethiopia telah
berlangsung sejak Eritrea mendapatkan kemerdekaannya. Konflik di antara
keduanya berubah menuju konflik terbuka pada periode 1998-2000, menunjukkan
konflik di antara keduanya telah mencapai kematangan (conflict rapeness).
Dalam
kondisi tersebut, pihak-pihak yang berkonflik tahu betul bahaya dan kerugian
atas konflik dan perang yang terjadi, sehingga akan memudahkan pihak ketiga
menjalankan proses mediasi dalam mekanisme resolusi konflik kepada Eritrea dan
Ethiopia. Melihat kondisi yang demikian, maka resolusi konflik yang diupayakan
kepada Eritrea dan Ethiopia sejak pertengahan tahun 2000 akan menghasilkan
sebuah perjanjian damai yang dapat membatasi konflik yang terjadi dan menuju kondisi
damai.
b.
Asumsi
Komunitas
Internasional (PBB) menerapkan mekanisme resolusi konflik pada Eritrea dan
Ethiopia setelah mengalami kematangan konflik, sebagai upaya untuk
menyelesaikan konflik perebutan wilayah antara kedua pihak.
Resolusi
konflik tersebut dilakukan dengan menggunakan mekanisme ad hoc, yaitu melalui
pengadilan arbitrasi. Dengan demikian, konflik perebutan wilayah antara Eritrea
dan Ethiopia dapat diselesaikan melalui perjanjian damai yang dihasilkan dari
pengadilan arbitrasi tersebut.
6.
Model analisis
|
7.
Metode Penelitian
a.
Jenis Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif di mana penelitian ini menggunakan pola
penggambaran keadaan fakta empiris disertai argumen yang relevan. Dari gambaran
fakta dan argument tersebut kemudian dianalisa untuk ditarik sebuah kesimpulan.
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fenomena
yang sedang diteliti oleh penulis.
Dalam
penelitian ini penulis mencoba mengumpulkan informasi tentang konflik perebutan
wilayah yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia dan proses resolusi konflik
yang diupayakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
b.
Bentuk Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kepustakaan di mana penulis melakukan penelitian terhadap
objek yang dikaji dengan melalui penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yaitu
dokumen, buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, majalah, koran dan
sumber-sumber lainnya dari internet.
Oleh
karena itu penulis melakukan penghimpunan data-data dan sumber informasi yang
berkaitan dengan faktor sejarah yang menyebabkan Eritrea dan Ethiopia
berkonflik, konflik perebutan wilayah yang kian memuncak sejak tahun 1998 di
Eritrea dan Ethiopia, serta upaya penyelesaian konflik antara dua negara
tersebut melalui mekanisme resolusi konflik.
c.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini, para penulis mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk
menyusun penelitian dengan melakukan teknik dokumnentasi/kepustakaan yang
berarti para penulis mencari sumber-sumber dan mengkaji sumber-sumber informasi
tersebut untuk kemudiah dibedah dan dianalisa dalam penelitian ini.
d.
Metode Analisis
Dalam
melakukan analisis data dan sumber-sumber informasi dari bahan rujukan untuk
penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa deskriptif-kualitatif.
Adapun metode analisa deskriptif-kualitatif. Di mana penelitian ini dilakukan
berdasarkan data-data kualitatif baik dari sumber primer maupun sekunder untuk
menjelaskan dan menggambarkan upaya resolusi konflik yang diupayakan untuk
menangani konflik Eritrea dan Ethiopia.
8.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
2.
Perumusan
Masalah
3.
Tinjauan Pustaka
4.
Kerangka Teori
5.
Hipotesis dan
Asumsi
6.
Model Analisis
7.
Metode
Penelitian
8.
Sistematika
Penulisan
BAB II OBYEK YANG DITELITI
1.
Perang Kemerdekaan
Eritrea Menghadapi Ethiopia
Di sini, akan
dibahas sejarah awal dari kedua negara sehingga dapat diketahui faktor historis
yang menyebabkan persengketaan wilayah Eritrea dan Ethiopia yang berujung pada
konflik dan perang terbuka.
2.
Konflik Perebutan
Wilayah Ethiopia – Eritrea
Eritrea dan
Ethiopia telah mengalami sengketa wilayah sejak Eritrea memerdekakan diri dari
Ethiopia. Konflik di antara keduanya tereskalasi dan memicu terjadinya perang
terbuka pada tahun 1998-2000.
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1.
Resolusi Konflik
Peran dan upaya
komunitas internasional untuk mendorong dan mengupayakan suatu penyelesaian
bagi konflk Eritrea dan Ethiopia melalui mekanisme resolusi konflik yang
diupayakan sejak tahun 2000.
2.
Perjanjian Damai
Eritrea – Ethiopia
Di akhir tahun
2000, akhirnya Eritrea dan Ethiopia menyepakati perjanjian damai Aljir yang
difasilitasi oleh PBB. Di mana, dalam persidangan yang difasilitasi oleh PBB,
ditetapkan pembagian wilayah bagi kedua negara yang saling bersengketa.
BAB IV PENUTUP
1.
Kesimpulan
Hasil dari
resolusi konflik yang diupayakan untuk Eritrea dan Ethiopia oleh PBB dan Uni
Afrika.
2.
Rekomendasi
Mekanisme
resolusi konflik yang dapat menyelesaikan konflik Eritrea dan Ethiopia dapat
diaplikasikan dan menjadi rujukan sebagai mekanisme penyelesaian suatu masalah
dan konflik di negara-negara Afrika khususnya dan negara-negara lain sesuai
dengan kultur kebudayaan masing-masing negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
ABBINK,
J. African Affairs: Briefing: The Eritrean-Ethiopian Border
Dispute. 1998.
Akresh,
Richard. Et. Al. Wars and Child Health: Evidence from the Eritrean-Ethiopian Conflict. March
2011 IZA DP No. 5558
correl,
hans 1999. The feasibility of implementing the hague/st. Petersburg centennial
recommendations under the UN system’ in Dahlitz (ed.), Peaceful Resolution of
major international dispute.
Escola de Cultura de Pau dan Agencia Espanola de
Cooperacion Internacional. Eritrea.
Global IDP. Profile
of International Displacement: Ethiopia, Compilation of The Information
Available in the Global IDP Database of The Norwegian Refugee Council. 13
Juli 2004. Jenewa.
Gray,
Christine. The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps ItsBoundaries: A
Partial Award? The European
Journal of International Law Vol. 17 no.4 © EJIL 2006
Wallensteen, Peter. Understanding Conflict Resolution: War, Peace and the Global System.
2002. London: Sage Publication.
Westerveld, Lineke dan
Sassen. The impact of the Eritrean-Ethiopian border conflict on the children in
Eritrea; the role of protective factors.
Zegeye1, Abebe. Et. Al. The Post-war Border Dispute between Ethiopia and Eritrea On the Brink
of Another War? http://jds.sagepub.com/content/24/2/245.short
Jurnal
dan Surat Kabar
BBC. “Eritrea:
‘Ethiopia Pursues Total War”. 6 Juni 1998. http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/107985.stm.
Diakses pada 3 Juni 2012 Pukul 20.00 WIB.
BBC. “Timeline:
Ethiopia.” 28 November 2005. http://news.bbc.co.uk.id.mk.gd/1/hi/world/africa/country_profiles/1072219.stm.
Diakses pada 2 Juni 2012 pukul 19.00 WIB.
Luthfi, F. Profil
Negara Afrika: Eritrea. Universitas Gajah Mada. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CFEQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.diahkei.staff.ugm.ac.id%2Ffile%2Fgot1%2520-%2520profil%2520negara%2520-%2520entry%2520mhs.doc&ei=60DQT8zDC4TJrAfdiJSgDA&usg=AFQjCNGRMfuSSn7jxf5Wqs2Q9NHkL6vX_w&sig2=a8IdkYRrndI6VrZuqCIOHQ.
Di akses pada 7 Juni 2012 pukul 13.15 WIB.
Merdeka. “Eritrea:
Resolusi PBB Bisa Picu Ketegangan dan Konflik.” 28 November 2005. http://www.merdeka.com/politik/internasional/eritrea-resoulis-pbb-bisa-picu-ketegangan-dan-konflik-a7zsjxk.html.
Diakses pada 3 Juni 2012 pukul 21.00 WIB.
New York Times. “Ethiopia
to Sign Peace Treaty with Eritrea.” 7 Desember 2000. http://www.nytimes.com/2000/12/07/world/ethiopia-to-sign-peace-treaty-with-eritrea.html.
Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.15 WIB.
Website
Ab, Ghebre. “The Ethiopian –
Eritrean Conflict Web Page.” Clermont College, University of Cincinnati. http://www.geocities.com/CollegePark/Quad/6460/hf/98_6/index.html
Diakses pada 4 Juni 2012 Pukul 21.00 WIB.
Andualem,
Abebe. “The Guardian: Ethiopia Says War
With Eritrea is Over.” 1 Juni 2000. http://www.guardian.co.uk/world/2000/jun/01/ethiopia.
Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.00 WIB.
Shah, Anup. “Conflict Between Ethiopia and Eritrea.” 20
Desember 2000. http://www.globalissues.org/article/89/conflict-between-ethiopia-and-eritrea.
Diakses pada 4 Juni 2012 Pukul 21.00 WIB.
Sumbodo, Sudiro. “Konflik
Udara Eritrea vs. Ethiopia.” 2006. Jakarta. http://www.sudirodesign.com/index.php?m=news&id=0&hash_token=0&my_keywords=&my_category=&lower_limit=42.
Diakses pada 3 Juni 2012 Pukul 19.00 WIB.
Tesfai, Alemseged. The Cause of The Eritrean-Ethiopian Border Conflict. http://www.dehai.org/conflict/analysis/alemsghed1.html.
Di akses pada 4 Juni 2012 pukul 22.15 WIB.
“Boundary Dispute” http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_definition_for_Boundary_disputes_also_definitional_locational_operational_and_allocational.
Di akses pada 4 Juni 2012 pukul 20.00 WIB.
“Ethiopia / Eritrea War.”
22 Januari 2011. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/eritrea.htm.
Diakses pada 2 Juni 2012 pukul 20.10 WIB.
“Territorial Dispute.”
http://en.wikipedia.org/wiki/Territorial_dispute.
Di akses pada 4 Juni 2012 pukul 20.00 WIB.
“UN Authorizes 4200 troops For
Ethiopia-Eritrea Peacekeeping Force.” 15 September 2000. http://www.afrol.com/News/eth005_peacekeepers_authorized.htm.
Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.10 WIB.
Happy reading and enjoy it :)
No comments
your comment awaiting moderation