Masih ingat dengan krisis ekonomi tahun 1997-1998? Krisis moneter dunia
yang merembet ke Asia Tenggara dan akhirnya berlabuh ke Indonesia. Saat itu,
ekonomi nasional Indonesia masih belum kuat untuk mengadapi krisis global pada
saat itu. Terlebih dengan kondisi pemerintahan yang sedang gonjang-ganjing di
akhir-akhir masa pemerintahan Soeharto.
Banyak hal negatif yang dialami perekonomian Indonesia saat itu, antara
lain kurs rupiah melemah terhadap dollar AS, likuidasi 16 bank yang bermasalah,
dan akhirnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, ditambah
lagi perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang
luar negeri yang akan dan telah jauth tempo.
Namun, selain hal-hal negatif di tengah krisis ekonomi tersebu, kita
disadarkan dengan peran penting UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang tahan akan
krisis ekonomi dan menjadi salah satu penyangga perekonomian masyarakat
menengah ke bawah. Saat itu, UKM dan ISK (Industri Skala Kecil) mendapatkan
peluang besar untuk berkembang. UKM dan ISK mengalami pertumbuhan jumlah unit
usaha, jumlah pekerja dan pengusaha, munculnya tawaran mitra usaha kepada para
pelaku ISK, peningkatan ekspor dan peningkatan pendapatan untuk kelompok
menengah ke bawah. (Sumber: Fajriani, Puji. 2015: Kilas Balik Krisis Ekonomi
1997-1998 Dan Sekarang. Universitas Gunadarma)
Peran penting UKM dalam menjaga stabilitas ekonomi pun selaras dengan
pernyataan dari Kementrian Keuangan pada tahun 2015 lalu. Sektor UKM (Usaha
Kecil dan Menengah) dinilai memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Dengan adanya UKM, jumlah pengangguran yang disebabkan
oleh jumlah angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi
berkurang.
Pelaku UKM Sumber Foto: Liputan6 |
Bambang P.S. Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI tahun 2015, pun menyatakan,
"Terbukti saat terjadi krisis ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan
dari collapse-nya perekonomian." Sehingga, sektor UKM terbukti telah
menjadi pilar perekonomian yang tangguh. (Sumber: Kemenkeu)
UKM juga telah memberikan kontribusi dalam menentukan PDB (Produk Domestik
Bruto) dan sektor penghasil devisa negara. Tak heran jika UKM menjadi salah
satu agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia yang tercantum dalam nawacita. Selain keberpihakan dan kebijakan pemerintah yang mendukung pergerakan
ekonomi yang dilakukan oleh pelaku UKM, kini private sector pun turut ambil
bagian secara aktif untuk mendorong berkembangnya UKM.
Amartha, adalah salah satu private sector yang berupaya menjembatani
investor kepada para pelaku UKM. Amartha, merupakan perusahaan dalam negeri
yang fokus pada bisnis peer to peer lending (P2P Lending) untuk masyarakat
unbanked (tidak memiliki rekening) di Indonesia.
Perusahaan yang dirintis oleh Andi Taufan Garuda Putra ini memberikan
layanan platform situs web untuk peminjam online agar mereka bisa mengakses
informasi peminjam secara menyeluruh. Misalnya saja peruntukan pembiayaan,
latar belakang, hingga skor kredit yang dimiliki. Semua informasi tersebut
dapat diakses oleh masyarakat di https://amartha.com/.
Model bisnis yang dibangun Amartha dengan menghubungkan masyarakat langsung
dengan investor menjadi sangat penting bagi perkembangan perekonomian
Indonesia. Karena dirasa dapat memberikan solusi bagi masyarakat unbanked di
Indonesia yang akan memulai usaha nya di sektor UKM.
Amartha telah berdiri dan beroperasi sejak tujuh tahun silam. Dengan visi
misi mendorong keuangan dan perekonomian mikro di tengah-tengah masyarakat
Indonesia, membuat Mandiri Capital Indonesia (MCI) melirik dan mendukung penuh
program ini. Mandiri Capital Indonesia yang merupakan bagian dari Bank Mandiri Tbk.
menjadi investor terbesar bagi Amartha tahun ini. Dukungan yang besar ini
juga selaras dengan visi Bank Mandiri
untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh tanah air seperti yang diucapkan
oleh Eddi Danusaputro selaku Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia. (Sumber:
Republika)
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs www.jadimandiri.org
No comments
your comment awaiting moderation