Buatku membaca buku, seakan perjalanan panjang menelusuri bait demi bait cerita sang penulis hingga aku membangun teater-imajinasi ku sendiri.
Bahkan, pernah suatu waktu, [saat aku masih menjadi pribadi yang amat tertutup dan lebih memilih diam-memendam emosi-meluapkan tangis alih-alih berteriak membuang emosi], di suatu malam energi berlebih akibat amarah yang memuncak kusalurkan untuk membaca buku-buku semalaman! Sungguh, saat itu aku seperti kerasukan! Dalam semalam aku melahap banyak novel-novel yang telah ku pinjam dari perpustakaan keliling!
Ya, membaca bagiku juga bisa menjadi media self-healing. Mengalihkan pikiran sejenak dari problematika hidup yang mungkin saja sengaja kita buat rumit, hehe.
Ada banyak buku dan penulis yang ku suka sejak duduk di bangku SMP, mulai dari tulisan-tulisan NH Dini, Gola Gong, Mira W dan lainnya. Tapi, kali ini aku akan membagikan empat buku yang ku suka dan masih tersimpan rapi di memori kepalaku, it means, memang buku-buku itu bagus dan menyimpan rasa sentimentil tersendiri ya!
Dulu aku sempat mengulas buku ini, Kode-kode Nusantara, dalam beberapa
tulisan. Karena memang banyak sekali yang bisa kuceritakan dari buku ini. Mulai dari aku turut terlibat dalam pendataan budaya yang dilakukan bersama komunitas Sobat Budaya, turut membantu
data cleansing tim peneliti Bandung Fe Institute, mewartakan betapa kayanya ragam budaya nusantara hingga mengulik ilmu pengetahuan ilmiah nenek moyang kita yang tersembunyi di balik khazanah budaya kita.
Sejatinya buku ini menceritakan hasil-hasil penelitian kebudayaan tradisi Indonesia yang telah di-entri ke dalam Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, dengan bahasa yang lebih populer dan lebih mudah dipahami bagi masyarakat awam. Kita akan diajak melihat kecantikan, keindahan dan keunikan budaya tradisi dari kaca mata yang berbeda, kacamata pengetahuan! Melalui Kode-kode Nusantara aku mengenal adanya pohon kekerabatan batik nusantara, pohon kekerabatan lagu nusantara, sumber nada pentatonis f-g-d-a di Gunung Padang, geometri fraktal dalam batik, geometri L dalam ornamen Gorga Batak, hingga rumus membangun Candi Borobudur.
Menurutku buku ini bisa menjadi pegangan untuk memupuk rasa kebhinekaan dan mengapresiasi budaya tradisi baik dari sisi estetika dan juga sisi ilmiah.
|
Kode-Kode Nusantara |
Romance-Perjuangan: Ronggeng Dukuh Paruk & Bumi Manusia
Bagiku ada tali merah antara cerita Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan Bumi Manusia karya Pram. Keduanya menceritakan sisi romantisme dua insan dan perjuangannya masing-masing di tengah kondisi sosial-masyarakat pada masanya.
Momen yang masih melekat dari cerita Ronggeng Dukuh Paruk dikepalaku, kisah Srintil yang harus memuaskan libido para pejabat atas tuntutan profesinya sebagai penari ronggeng primadona. Di sisi lain, Ia bergelut dengan perasaanya yang jatuh hati dengan Rasus dan ingin meninggalkan profesinya, namun ditolak sehingga meninggalkan luka yang mendalam. Di akhir cerita, Srintil terseret isu-isu PKI yang sama sekali Ia tidak ketahui, dan mendekam di penjara disertai beban mental dan berakhir di Rumah Sakit Jiwa.
Membaca Bumi Manusia sukses mengaduk-aduk emosiku! Rasa kesal, geram, sedih hingga marah dan tangis berkecamuk saat aku menyelesaikan buku ini! Bagaimana tidak? Buku ini menceritakan kisah perjuangan orang-orang pribumi yang melawan ketidakadilan strata sosial dengan orang-orang kulit putih. Nyai Ontosoroh, sosok pribumi yang banyak belajar dari suaminya Tuan Mellema. Karena kegigihannya, dia menjadi seorang yang cerdas dan pebisnis handal hingga mampu menguasi Buitenzorg (Bogor). Anak keduanya, Annelies, adalah sosok campuran pribumi-Eropa, yang menghargai dan menghormati orang-orang pribumi, Ia mewarisi kebijakan ibunya, Nyai Ontosoroh. Ketika Minke (pemuda pribumi), teman sekolah kakaknya di HBS (Sekolah Belanda), Annelies menyambut dan menaruh hormat pada Minke alih-alih teman-teman kulit putih lainnya.
Annelies dan Minke pun merajut kasih hingga menikah. Sayangnya, pada saat itu, masih kental pembedaan strata pribumi dan orang-orang Eropa, pernikahan mereka dianggap tidak sah, dan kumpul kebo! Hingga Annelies, Minke dan Nyai Ontosoroh harus melalui persidangan orang-orang kulit putih. Segala upaya telah dilakukan, upaya propaganda melalui tulisan-tulisan Minke di surat kabar sudah dilakukan. Dukungan masyarakat dan para kyai pun sudah didapat, namun semua itu dikalahkan oleh hukum orang kulit putih! Hak wali seorang ibu, Nyai Ontosoroh pun ditiadakan, hingga Annelies harus kembali ke Eropa ke kediaman istri sah (secara hukum orang kulit putih) Tuan Mellema. Sontak dengan kondisi yang demikian, segala emosi bergejolak! Ketimpangan strata sosial dan ketidakadilan yang mengkotak-kotakan ras dan strata sosial!
Self Improvement: The Lovable Lady Formula
Jujur, aku bukanlah tipikal orang yang menyukai bacaan motivasi pun acara-acara motivasi. I can't relate with all of that. For me, If I want it, I will pursue it, and I get it. Tanpa harus ada embel-embel motivasi. Tapi, aku sedikit merasakan hal yang berbeda dengan buku ini.
Selain, aku mendapatkan buku ini dari seorang teman dekat, Rance, dan pada momen-momen yang terasa "pas," di usia yang seharusnya sudah "matang", pun aku menerima buku ini bertepatan dengan hari keenam
30 hari menulis cerita KUBBU BPJ yang bertemakan
"Single & Happy!"
Bab pertama baru saja kuselesaikan semalam, pintu perjalanan panjang
The Lovable Lady Formula baru saja dibuka!
Di sini aku diajak berkenalan dengan apa itu cinta dan apa itu
lovable lady. Surprisingly, aku baru tahu kalau "love" pun berasal dari bahasa Inggris kuno "lufu" yang berakar dari bahasa Sansekerta, "lubhyati" yang artinya gairah. Perihal "cinta" dan "jatuh cinta" pun diambil dari bahasa Sansekerta "paracinta" yang dimaknai sebagai hanyut dalam pikiran. Informasi ini kembali lagi membuat ku takjub dengan kekayaan budaya tradisi nusantara yang juga berupaya dikulik dalam
Kode-Kode Nusantara! Di titik ini, aku merasa mendapatkan insight dan pengetahuan baru, tidak melulu soal
self improvement.
No comments
your comment awaiting moderation