Ahh tema-tema yang disodorkan arisan blog KUBBU memang sangat-sangat menggelitik ya, terasa menguliti beragam cerita dan perjalan hidup yang sudah dan akan dilalui. Memasuki tema putaran ketiga tentang ketakutan terbesarku, hemmm, tentu dalam waktu berhari-hari aku mengernyitkan dahi. Karena sepertinya ada banyak hal-hal yang terkadang menjadi sumber ketakutan ya, mulai dari ketakutan saat berlomba-lomba mengatur waktu kuliah, kerja, kegiatan-kegiatan pembuatan konten, mencari pasangan, eh, dan lain-lain.
Tapi setelah berhari-hari memikirkan ketakutanku, agaknya aku kembali lagi pada harapan dan persepsi orang tua. Ketakutan terbesarku, hingga saat ini, "Aku bukan manusia sempurna, tidak sebaik yang orang tuaku kira." Terkadang harapan dan persepsi sempurna dari orang tua menjadi beban dan ketakutan tersendiri buatku.
Mungkin harapan dan persepsi berlebihan orang tua terhadapku terpupuk sejak perolehan ranking 1 sejak duduk di bangku sekolah dasar dan prestasi-prestasi akademis terus berlanjut meskipun terus naik turun, bahkan merosot tajam di masa-masa SMP-SMA haha. Keaktifan di bangku kuliah juga mungkin menjadi kebanggan tersendiri bagi orang tua, padahal aku merasa kuliah ku biasa-biasa saja, di salah satu kampus swasta di pusat ibu kota, tidak bisa dipamerkan atau pun dibanggakan ya secara gengsi akademis, tapi kan ya orang tua ku tidak mempertimbangkan gengsi akademis tersebut.
Terlalu dicap sebagai "anak baik" di tengah keluarga lagi-lagi karena urusan sekolah dan menjadi satu-satunya anak yang meniti karir di dunia profesional dengan kondisi finansial yang insya allah cukup, pun menjadi beban tersendiri buatku, karena aku merasa aku tak sebaik itu. Masih banyak keluputan dan kealpaan sikap baik yang mungkin saja seringkali aku lakukan. Aku takut sekali mengecewakan ekspektasi orang tua.
Momen lebaran bersama orang tua - 2019 |
Beberapakali gagal mengenalkan calon pasangan pun, masih menjadi beban pikiran hingga saat ini. Terlebih dengan pesan-pesan, "Mumpung Bapak mesih ana umure, pengen dadi wali lan ndeleng nikahan anak terakhir*" (Mumpung Bapak masih hidup, masih ada usia, ingin menjadi wali pernikahan dan melihat aku menikah, sebagai anak terakhir yang belum menikah (bukan anak bontot ya, karena adikku sudah menikah lebih dulu).
Ekspektasi calon pasangan, tata cara adat dan unggah-ungguh prosesi menuju pernikahan beserta tetek bengek prosesi pernikahan pun masih menjadi isu yang belum bisa disepakati bersama dengan orang tua. Preferensiku tentang pernikahan yang sudah mulai bergeser ke private party versus harapan orang tua untuk menggelar pesta pernikahan anak terakhir yang akan dinikahkan pun masih menjadi perdebatan pelik hingga saat ini, ketika usiaku sudah memasuki kepala tiga.
Salut, wulan berani ya jadi yg pertama setor arisan, karena menurut gue pribadi tema ini kayak menguliti banget..hehehe..
ReplyDeleteBtw, setelah gw pas baca tulisan ini kok gw jadi inget sama sindrom imposter ya?..wkwk..
Semoga lo ngga begitu ya..
Tapi emang sih, pertahanin prestasi itu susah karena kan yg namanya hidup bisa aja ketemu masa up, bisa jg lagi ketemu masa down..hehe..
Btw, nice sharing, wulan!
hehehe iya mba bener2 ya tema2 arisan KUBBU tuh bikin gemes ya. Hemm insya allah bukan sindrom imposter, karena bukan ke diri sendiri merasa ga pantes, lebih ke merasa ga enak dan takut mengecewakan orang tua atas ekspektasi yang berlebihan. Hehehe iya makasih mbaaa, semoga kita sama2 bisa berdamai sama rasa takut yaa :)
DeleteKayaknya mostly salahnsatu ketakutan wanita tuhh blm married di usia matang ya....bkn apa2....takutnaja orang tua keburu gak ada....tapi kau gimana kadang memang blm ketemu jodohnya....semoga bisa segera ketemu ya lan...jd berkurang dehh salah satu ketakutannya...
ReplyDeletepelajaran banget, gue sebagai orang tua kadang suka rada maksa sama anak.
ReplyDeletepengen mereka begini begitu, cenderung ngatur...aahh ternyata jadi beban berat ya buat anak
makasih insightnya beb