Setelah menjalani empat bulan kehidupan pernikahan dan mengurus keuangan rumah tangga, mulai dari pengaturan pembayaran tagihan, biaya-biaya bulanan, groceries hingga urusan transportasi, sedikit banyak aku banyak berdiskusi dengan Paksu perihal penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan kami, baik sepeda motor maupun mobil.
Tiga bulan pertama, kami sepenuhnya menggunakan kendaraan roda dua dan Paksu selalu mengisi motor kami dengan Pertamax. Pikirku, ah tak jadi soal, karena sekali isi bensin hanya berkisar 30-45 ribu rupiah saja. Namun, dua minggu belakangan ini ketika secara perlahan kami mengganti moda transportasi ke roda empat dengan kapasitas bensin yang lebih besar, dan tentunya merogoh kocek yang lebih besar, ratusan ribu setiap kali isi bensin, keningku pun kembali berkerut untuk memperhitungkan budget keuangan kami.
Setiap kali di perjalanan dan berdiskusi tentang pilihan bahan bakar untuk kendaraan kami, Paksu akan selaku memilih Pertamax atau bahkan Pertamax Turbo, dengan harga yang lebih tinggi, manakala menemukan SPBU Pertamina yang menyediakan Pertamax Turbo. Menurutnya, bahan bakar Pertamax dan Pertamax Turbo jauh lebih baik dibandingkan Pertalite untuk menjaga kondisi mesin dalam jangka panjang. Bahkan menurutnya, terasa lebih irit bensin saat menggunakan Pertamax dan Pertamax Turbo. Kebetulan minggu lalu kami melakukan road trip mulai dari Depok - Serpong - Purbalingga - Tegal - Cirebon dan kembali lagi ke Depok dengan total pembelian bensin Rp 900.000,- Paksu semakin mantap memilih bahan bakar Pertamax apalagi sudah ada arahan pengalihan BBM Subsidi tepat sasaran katanya. Saat kami mengisi bensin pun terpampang banner pengumuman di SPBU Pertamina, bahwa pembelian solar subsidi dan pertalite roda 4 wajib terdaftar di subsiditepat.mypertamina.id.
Pengumuman BBM Subsidi Tepat Sasaran di SPBU Pertamina |
Jika penggunaan Pertamax dan Pertamax Turbo memiliki manfaat jangka panjang untuk melindungi kondisi mesin kendaraan, plus dinilai lebih hemat setiap melakukan perjalanan, yang mana lebih menguntungkan, mengapa banyak perselisihan pendapat saat turun kebijakan pengalokasian BBM Subsidi tepat sasaran? Mungkin saja hal ini terjadi, karena masih minimnya pengetahuan masyarakat umum terkait dampak penggunaan BBM berkualitas rendah terhadap kesehatan, lingkungan dan kualitas mesin kendaraan. Berdasarkan jejak pendapat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia terhadap masyarakat terkait dampak penggunaan BBM, terlihat bahwa pengetahuan masyarakat terhadap dampak kesehatan akibat penggunaan BBM tergolong rendah, dampak lingkungan sedang dan dampak terhadap mesin masuk ke dalam kategori tinggi. Oleh karenanya, perlu adanya sosialisasi terhadap isu ini kepada masyarakat luas.
Dampak Penggunaan BBM Sumber Gambar: YLKI |
BBM Subsidi Tepat Sasaran untuk Siapa?
Belakangan Kementerian Keuangan memberikan pernyataan bahwa penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat sasaran. Sri Mulyani menyebutkan manfaat subsidi dan kompensasi energi saat ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. Kebetulan sekali kemarin aku sempat mengikuti Diskusi Publik "Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta" yang diselenggarakan oleh Berita KBR dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).
Pengendalian BBM Subsidi Tepat Sasaran di DKI Jakarta Sumber Gambar: Berita KBR |
Realisasi BBM Subsidi Belum Tepat Sasaran
Berdasarakan perhitungan Kemenkeu, subsidi dan kompensasi energi tahun 2022 meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2019 sejumlah Rp144,4 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Sehingga, Presiden Joko Widodo memberikan arahan untuk mulai melakukan pengalihan sebagian subsidi dengan nilai yang sangat besar tersebut langsung diberikan kepada kelompok yang tidak mampu pada 3 September lalu. Menurut Pak Jokowi, jika pengalihan subsidi ini tidak dilakukan, akan berdampak pada kesenjangan yang semakin besar. Alokasi subsidi energi semakin dinikmati oleh kelompok mampu sebanyak 20% dan hanya 5% saja yang akan dinikmati kelompok tidak mampu.
Seperti inilah rincian penggunaan BBM subsidi tidak tepat sasaran berdasarkan data BPS terbaru yang disampaikan Kemenkeu pada 29 Agustus lalu,
- BBM Solar. Sebesar 89% dinikmati oleh dunia usaha, 11% kalangan rumah tangga yang terbagi lagi ke dalam golongan 95% rumah tangga mampu, 5% rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.
- BBM Pertalite. Sebanyak 86% digunakan oleh kalangan rumah tangga, dan 14% dinikmati kalangan dunia usaha. Mirisnya porsi 86% rumah tangga terbagi lagi ke dalam 80% keluarga mampu dan 20% keluarga miskin.
- BBM Pertamax. Porsinya 98% dinikmati kelompok rumah tangga, namun 86% dari porsi tersebut adalah keluarga mampu dan 16% keluarga tidak mampu.
Dampak BBM Subsidi terhadap Lingkungan
Konsumsi Pertalite |
Mirisnya masih banyak pemilik kendaraan roda empat yang bisa dikategorikan sebagai kelompok keluarga mampu turut memanfaatkan alokasi BBM subsidi sehingga memicu ketidakadilan ekonomi dan dampak ekologis terhadap pencemaran lingkungan serta kualitas hidup penduduk yang tinggal dan beraktivitas di DKI Jakarta.
Reformasi Subsidi Energi & BBM Solusi Keadilan Ekonomi dan Ekologis
Dalam sesi diskusi publik pengendalian BBM, pihak YLKI diwakili oleh Bapak Tulus Abadi, mengusung gagasan reformasi subsidi energi dan BBM adalah salah satu solusi untuk menegakkan keadilan ekonomi dan juga ekologis. YLKI tidak hanya berfokus pada pengalihan alokasi BBM subsidi tepat sasaran kepada kelompok keluarga miskin tetapi juga dampak jangka panjang, pengalihan BBM dengan kualitas lebih baik terhadap perbaikan kondisi lingkungan tinggal, lingkungan kerja, kualitas udara dan juga polusi sehingga memberikan kualitas hidup yang lebih baik terhadap hak hidup konsumen dan masyarakat.
Reformasi Subsidi Energi - Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI Sumber Gambar: YLKI |
Harga energi sesungguhnya telah ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan (Pasal 7 Ayat 1), yang mana pada praktiknya di lapangan diserahkan pada mekanisme pasar. Hal ini terjadi karena 60-70% pasokan energi BBM dan gas elpiji berasal dari negara-negara lain. Intervensi pemerintah terhadap harga energi dan mekanisme pasar dilakukan dalam bentuk pemberian kompensasi dan subsidi energi. Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk pengalihan alokasi subsidi energi kepada kelompok keluarga miskin, Bapak Tulus Abadi pun merekomendasikan subsidi energi targeted kepada orang-orang yang berhak, alih-alih dalam bentuk barang yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok keluarga mampu.
Sayangnya, program subsidi energi yang dicanangkan pemerintah menyimpan bahaya laten yang masih melekat hingga kini, diantaranya:
- Tidak adil secara ekonomi karena tidak tepat sasaran;
- Mengorbankan kepentingan yang lebih strategis dan berjangka panjang, misalnya saja untuk urusan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur;
- Memperbesar utang negara, sebab untuk subsidi mendulang utang;
- Tidak adil secara ekologis, karena BBM yang berasal dari fosil berdampak negatif terhadap lingkungan, sedangkan saat ini kita sedang menghadapi tantangan besar untuk menghadapi isu-isu lingkungan dan perubahan iklim;
- BBM meninggalkan jejak karbon yang sangat tinggi, pemicu perubahan iklim global.
Subsidi Energi Berkeadilan
Perlu adanya dorongan untuk mengatur subsidi yang berkeadilan, dengan cara-cara yang bisa dilakukan, antara lain:
- Memberikan subsidi yang berkeadilan secara ekonomi dan ekologis;
- Subsidi energi untuk kelompok masyarakat miskin energi (listrik 450 VA, dan gas elpiji 3kg);
- Energi fosil berdampak eksternalitas, sehingga tidak fair jika diberikan insentif atau pun subsidi, direkomendasikan penerapan disinsentif (cukai) seperti rokok;
- Hanya Energi Bersih (EBT-Energi Baru Terbarukan) yang layak mendapatkan subsidi dan intensif.
BBM Ramah Lingkungan untuk Masa Depan Anak Cucu Kita
Berdasarkan pantauan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sebagaimana yang disampaikan Ibu Luckmi Purwandari, Direktur Dinas Pencemaran Udara KLHK, selama 65 hari pasca penerapan pengalihan BBM subsidi tepat sasaran, tren kualitas udara melalui perhitungan indeks pencemaran udara mulai menurun. Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang tren penurunan pencemaran udara yang terjadi di DKI Jakarta, diantaranya beralihnya penggunaan bahan bakar Pertalite ke Pertamax dan peningkatan penggunaan moda transportasi publik.
BBM dengan kualitas bagus yang memiliki oktan tinggi sepeti Pertamax dan Pertamax Turbo relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan Pertalite dengan oktan yang lebih rendah. Jika kita beralih ke bahan bakar minyak ramah lingkungan secara bersama-sama kita bisa mengurangi polusi udara dan lingkungan. Mengaitkan isu pengalihan BBM subsidi tepat sasaran, dan peralihan BBM ramah lingkungan tentu akan turut juga berdampak pada solusi memperlambat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang kian menjadi momok menyeramkan bagi anak cucu kita kelak.
Referensi:
Berita KBR
Setkab.go.id
Indonesiabaik.id
Kompas.tv
Hebat nih upaya pemerintah agar masyarakat membeli pertamax.lingkungan juga jadi lebih bersih dengan berkurangnya polusi udara
ReplyDeleteharus didukung bareng-bareng nih mpo
DeleteJangan sampai anak cucu cm melihat langit mendung yg tak kunjung cerah gara2 kebanyakan polusi. Huhuhu. Yuk kita jaga lingkungan, kurangi polutan dan emisi dengan pilih pakai kendaraan umum
ReplyDeleteiya betul sayang-sayang anak cucu kita kelak ya, kita yang jalanin sekarang aja udh banyak mengeluh karena polusi, apalagi generasi selanjutnya klo ga diberesin dari sekarang
DeleteJadilah masyarakat yg cermat dan bijak dalam memilih BBM... So akan langit biru kembali
ReplyDeletesetujuu, harus sadar bareng-bareng, dan jaga lingkungan bareng2
DeleteTernyata bukan cuma harta dan kebaikan yg harus diwariskan ke anak cucu kita tapi udara yg bersih dan sehat jg wajib diwariskan.. mulai hemat bbm naik kendaraan umum
ReplyDeletebetul lingkungan tinggal yang layak huni beserta kualitas udara yang bagus juga hak anak cucu kita kan
DeleteSuamiku juga pake pertamax utk motor & mobilnya karena memang kualitasnya gak bisa bohong. Kendaraan jadi lebih sehat & gak bikin masalah.
ReplyDeleteya kan, klo udh paham sama manfaat jangka panjangnya, harusnya beralih aja ke bbm yang oktan tinggi yaa
DeleteKalau kitanya cerdas memilih yang pas sesuai kebutuhan tentunya milihnya yang awet buat jangka panjang bahkan untuk lingkungan, bukan karena murahnya padahal mampu beli
ReplyDeletebetul, klo beli bbm murah bikin mesin kendaraan cepet rusak kan ya rugi juga yaa
DeleteSaya masih masih pertalite untuk motor saya, Mbak. Dan ternyata pertamax lebih bagus ya, walau harganya lebih mahal. Tapi selain performa bagus dan mesin terjaga, juga lebih ramah lingkungan.
ReplyDeleteiya mas, selain lebih bagus buat mesin kan bisa jadi cara kita gotong royong jaga lingkungan ya
DeleteBaca persentase penggunaannya kok aku merasa tekanan darah mendadak naik ya. Astagaaaa, sebesar itu persentase tidak tepat sasarannya? Maunya terlihat kaya, tapi BBM maunya yang subsidi buat rakyat tidak mampu. Ini sama seperti mental si mampu yang makai tabung gas buat rakyat tidak mampu, si mampu yang ikut ngantre BLT, dan si mampu yang ngurus surat keterangan tidak mampu (SKTM) demi bisa masuk sekolah negeri.
ReplyDeleteDuh maaf, aku jadi ngomel di sini. Semoga Allah mampukan kita dan menjaga harga diri kita dari merampas hak orang lain.
iya mba, banyak banget penikmat bbm subsidi malah dari golongan relatif mampu, aku aja sempet kaget pas ke SPBU bawa mobil HRV ditanyain petugas "mau isi pertalite?" ini juga yg kudu dibenahi yaa, petugas yg blm tahu. selain masyarakatnya jg harus terus diedukasi dan pembatasan di SPBU nya
DeleteSemoga semakin banyak yang menggunakan transportasi umum, khususnya di Jakarta yang transportasi publiknya sudah sangat beragam dan baik. Sehingga BBM bersubsidi tepat sasaran.
ReplyDeleteYah, memang begitulah mba BBM subsidi dari dulu juga selalu tidak tepat sasaran. Karena pas ada subsidi orang Indonesia mah pada ngaku dari keluarga gak mampu. Semoga saja kedepannya memang kalangan tidak mampu saja yang menikmati subsidi BBM.
ReplyDeleteAamiin untuk doanya kak Erin, karena memang seharusnya subsidi itu buat yang tidak mampu. Semoga makin banyak yang sadar
DeleteLingkungan kita tanggung jawab kita
ReplyDeleteMemang sih untuk mengubah kebiasaan menggunakan BBM subsidi itu agak susah dan butuh waktu, tapi dengan upaya bersama, pasti bisa kok. Lama-lama juga masyarakat beralih dengan sendirinya
BBM bersubsidi. Tapi yang banyak menikmati bukan orang-orang yang membutuhkan. Agak miris ya.
ReplyDeleteSaya sendiri lebih memilih pertamax walau untuk sepeda motor, alasannya simple, Pembakaran oleh Pertamax lebih sempurna sehingga bisa lebih menjaga mesin agar tetap baik dan lebih awet
ReplyDeletemasih jadi masalah ya untuk sasaran yang tepat tentang subsidi BBM ini. Meski begitu, yang sadar juga sudah banyak sih, mulai beralih dengan sendirinya.
ReplyDeleteMari kita jaga lingkungan dari mulai hal-hal kecil secara bersama-sama, termasuk penggunaan BBM yang tepat dan aman. Menjadi tantangan besar memang membereskan subsidi BBM ini agar tepat sasaran, selain warganya harus diberikan edukasi lebih penting adalah adanya kesadaran dari diri sendiri warga mengenai hak akan subsidi tersebut atau bukan haknya
ReplyDeleteHarga BBM yang naik cukup berasa nih di aku yang setiap hari mondar-mandir antar jemput anak sekolah dan les, tapi kalau dampaknya bisa membuat lingkungan lebih sehat kenapa tidak?
ReplyDeletePenggunaan BBM bersubsidi yang tepat sasaran bisa menjadi salah satu cara dalam menjaga kelestarian lingkungan ya mbak
ReplyDeleteUntuk mengendalikan polusi udara
Ak sebenernya pengguna pertamax, sesekali beli turbo, emang disarankan buat merawat tangki biar lebih awet g banyak keraknya
ReplyDeleteBBM dengan kualitas bagus yang memiliki oktan tinggi sepeti Pertamax dan Pertamax Turbo relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan Pertalite dengan oktan yang lebih rendah. <<< kalimat ini nih yang akhirnya jadi pertimbangan kami waktu pertama kali Pertamax muncul (lupa tahun berapa). Sejak itu, kami sudah pake Pertamax. Selain itu, lebih bagus juga untuk perawatan mesin kendaraan lho
ReplyDeleteWah banyak banget insight dari artikel ini, pasti acaranya seru banget yaaaa. Jadi tahu banyak soal BBM subsidi di Indonesia.
ReplyDeleteNah ini, kadang geregetan juga pas antri BBM. Banyak kendaraan roda 4 yg gak masuk kategori penerima BBM Subsidi, tapi tetep aja ikut ngantri. Padahal udah dikasih tulisan segede gaban loh, heuheu. Masih gak kelihatan kali yak.
ReplyDeletedi negeri wakanda ini memang subsidi selalu tidak tepat sasaran he. pasti biasanya dinikmati orang yang seharusnya tidak berhak menikmati. Tetapi semoga kebijaksanaan ini bisa mengubah kebiasaan itu ya. Semoga juga dampaknya jauh lebih baik ke masa depan.
ReplyDeleteMiris juga ya mengetahui masih besar persentase BBM Bersubsidi tidak tepat sasaran. Dan lagi menurut saya sendiri ini bukan masalah mahal atau tidaknya tapi lebih pada kepedulian kita terhadap lingkungan ya Mbak. Kalau semua masyarakat paham dengan yang namanya BBM Ramah lingkungan pastilah Pertamax atau Pertamax Turbo jadi pilihan sekalipun harganya memang tidak semurah Pertalite
ReplyDeleteYang pasti untuk kalangan masyarakat menengah kebawah ya. Makanya ini gak cuma PR pemerintah tapi kita masyarakat yang menggunakan BBM agar BBM subsidi tepat sasaran
ReplyDelete