Saat berada di bangku sekolah dasar aku mulai mengenal berbagai macam sumber energi listrik, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Siapa sangka ilmu pengetahuan dasar yang ku temukan di bangku SD tersebut merupakan bekal kita untuk melakukan transisi energi di saat kondisi lingkungan dan selimut polusi kian kritis, mempercepat krisis iklim dan semakin mengancam keberlangsungan makhluk hidup di bumi.
Selain PLTA, PLTS, PLTU dan PLTB pemerintah juga berupaya mengembangkan sumber energi baru terbarukan (EBT) lainnya, misalnya saja dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) percontohan di Bangli dan Karangasem, Bali pada 2012 hingga diresmikannya PLTS tersebesar di Indonesia pada Desember 2015 di Nusa Tenggara Timur. Upaya inovasi penyediaan sumber energi EBT pun dilakukan dengan pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTB). Tapi sudah cukupkah sumber EBT ini mencukupi kebutuhan energi dan menjadi solusi singkat ancaman krisis iklim?
Selimut Polusi dan Krisis Iklim
Berbagai macam limbah industri maupun rumah tangga menyebabkan berbagai macam polusi, mulai dari pencemaran tanah, pencemaran air hingga pencemaran udara dan menjadi selimut polusi. Tak hanya bersumber dari limbah industri dan rumah tangga, aktivitas kebakaran hutan, pembakaran hutan secara sengaja, pembukaan lahan, dan kerusakan lahan gambut turut berkontribusi terhadap pembentukan selimut polusi.
Padahal selimut polusi yang kian lama kian menebal menyebabkan semakin cepatnya krisis iklim terjadi. Selimut polusi menyebabkan kondisi bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim. Selimut polusi juga mengganggu kesehatan manusia serta merusak lingkungan. Selimut polusi muncul akibat semakin banyaknya gas buangan energi dan efek gas rumah kaca. Sejauh ini kita masih bergantung pada energi fosil, baik untuk listrik maupun bahan bakar minyak. Yang mana gas buangan energi fosil dari aktivitas rumah tangga, industrialisasi dan transportasi memperburuk kondisi lingkungan dan menebalkan selimut polusi. Transisi energi menjadi salah satu langkah yang harus kita lakukan untuk menekan laju krisis iklim.
Transisi Energi |
Transisi Energi
Transisi energi merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan energi fosil atau peralihan penggunaan energi fosil ke energi non fosil yang rendah polusi dan emisi gas rumah kaca untuk menipiskan selimut polusi yang saat ini menutupi atmosfer bumi. Dua sektor transisi energi yang perlu dilakukan
1. Transisi Bahan Bakar Kendaraan
Bahan bakar kendaraan seperti bensin dan solar merupakan bahan bakar fosil yang memproduksi emisi gas rumah kaca. Energi kendaran ini merupakan salah satu sumber terbesar emisi gas rumah kaca.
2. Transisi Sumber Energi Listrik
Sumber energi pembangkit listri dari batubara dan solar yang notabene energi fosil juga perlu beralih ke sumber energi baru terbarukan seperti PLTS, PLTA, PLTB atau pun biogas yang bersumber dari sampah organik yang difermentasi untuk menghasilkan metana.
Baik bahan bakar kendaraan maupun sumber energi listrik fosil merupakan penyumbang terbesar produksi selimut polusi, pun penambangan energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara juga mensyarakatkan penerbangan hutan. Dengan melakukan pengurangan penggunaan energi fosil tidak saja akan menurunkan emisi gas rumah kaca tetapi juga akan membantu mengurangi emisi dari sektor kehutanan.
Transisi Energi Fosil |
Mengapa Perlu Melakukan Transisi Energi?
Efek gas rumah kaca akan menyebabkan
- Naiknya kumpulan polusi yang menyelimuti atmosfer bumi.
- Perlahan meningkatkan suhu permukaan bumi (global warming) dan menyebabkan perubahan cuaca secara luas dalam jangka waktu yang panjang (perubahan iklim).
- Perubahan iklim menyebabkan terjadinya bencana lingkungan.
Bencana Akibat Efek Gas Rumah Kaca |
Transisi energi sangat diperlukan untuk mengikis selimut polusi dari efek gas rumah kaca yang menyelimuti atmosfer bumi untuk mencegah timbulnya bencana lingkungan. Berdasarkan data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan bencana terkait efek gas rumah kaca merupakan bencana yang paling sering di Indonesia di antaranya terjadi cuaca ekstrem, bertambahnya volume air laut dari lelehan gunung es di Kutub Utara dan Selatan, hal ini turut menyebabkan kawasan pesisir banjir dan pulau-pulau kecil terancam tenggelam. Selain itu terjadinya bencana lingkungan seperti kebakaran hutan, kekeringan-gagal panen, banjir, banjir bandang, tanah longsor dan gelombang pasang (banjir rob) adalah femonena bencana yang terjadi akibat efek gas rumah kaca.
Tantangan Transisi Energi
Meskipun pemerintah sudah memulai program dan kebijakan transisi energi, mulai dari mengembangkan PLTS dan PLTB juga pengembangan mobil listrik, namun masih ada tantangan yang harus kita hadapi selama melakukan transisi energi, baik dari sektor transportasi maupun dari sektor kelistrikan.
Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
- Terlibat dalam pengumpulan limbah rumah tangga untuk bahan baku energi non fosil (biodiesel dan biogas).
- Ceritakan praktik baik inovasi pemanfaatan energi baru terbarukan/non-fosil.
- Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
- Menghemat penggunaan listrik.
- Mengkampanyekan penggunaan produk energi baru terbarukan.
Transisi energi sangat penting dilakukan untuk mengurangi selimut polusi ini ya mbak
ReplyDeleteDan kuta pun bisa ikut berbuat untuk melakukan transisi energi ini
Paling bener sih, menurutku, setiap kita melakukan sesuatu untuk menipiskan selimut polusi ini, sesuai kapasitas masing-masing. Pememrintah yang punya power juga mesti tegas dan melakukan tindakan besar.
ReplyDeleteHayuk minimalkan si selimut polusi ini biar gak makin tebal dengan transisi energi. Kita bisa yuk dengan bekerjasama
ReplyDeleteSemua langkah yang bisa kita lakukan saat ini semoga bisa memiliki dampak yang baik terhadap lingkungan. Bumi butuh sekali transisi energi fossil ini agar selain tidak merusak habitat di alam juga hasil akhirnya tidak kembali mencemari lingkungan dan menjadi selimut polusi yang mengganggu kesehatan manusia.
ReplyDeleteSetujuuu transisi energi sangat bermanfaat untuk keberlangsungan lingkungan di masa akan datang.
ReplyDeletePenggunaan kendaraan pribadi ini menurut aku malah semakin meningkat loh, dan penggunaan listrik ini, juga makin meningkat dan yang enggak disadari, kadang buang2 energi listrik. Kayak lampu tetep menyala di siang hari. Emang sih sepele, tapi kalau sering kan yaa dampakny terasa.
ReplyDeleteDampak polusi ternyata banyak banget ya. Kita harus bisa tergerak untuk mengatasi polusi agar tidak makin meluas dan merusak lingkungan
ReplyDeleteDibalik pentingnya transisi energi, banyak hambatan dan rintangan yang musti dihadapi. Salah satunya dukungan pemerintah. Kita harus terus mendorong upaya transisi energi supaya segera terwujud.
ReplyDeleteUdah bagus kemarin pas covid banyak yang WFH ya, jadinya berkurang deh yang pakai BBM xixixi. Semoga aja ke depannya diberlakukan lagi WFH kalo ga penting amat harus ke kantor.
ReplyDeleteAda banyak tantangan yg dihadapi dalam proses transisi energi ini. Tp hal ini jangan sampai menyurutkan niat kita untuk bumi yg lebih baik lagi
ReplyDeleteSelain biar efek selimut polusi nggak meningkat, transisi energi tu kayak upaya kita biar nggak bergantung ke sumber energi yang nggak bisa diperbaharui nggak sih.
ReplyDeleteSaya sekarang belajar buat eco enzyme di rumah mba untuk mengurangi pemakaian pestisida non organik sekaligus mengolah sampah rumah tangga seperti buah dll
ReplyDeleteCara sederhana dari rumah sebenarnya bisa dilakukan untuk mengantisipasi krisis iklim semakin menjadi
Melakukan transisi energi adalah hal penting dan mendesak ya mbak
ReplyDeleteSupaya kita bisa mengurangi selimut polusi ini
dengan tingginya polusi gini gak kebayang ya gimana kondisi di masa depan. semoga transisi energi bisa ngurangin dampak-dampak mengerikan
ReplyDeleteSedih banget lihat sampah yang menumpuk..
ReplyDeleteTapi kini dengan inovasi dan teknologi, kita bisa mengubah sampah tersebut menjadi energi terbarukan. Semoga semakin banyak penelitian mengenai pemanfaatan energi yang ada di sekitar kita.
udah ngga ada alasan lagi untuk kita menunda beralih energi ke energi terbarukan. Pasti akan sangat menghemat dan menjaga lingkungan serta ekosistem
ReplyDeleteSetiap orang harus memilki kewajiban melindungi lingkungan dr kerusakan. Kewajiban bisa berawal smua dr diri sendiri yaa tdk banyak memakai plastik dkk
ReplyDeleteDampaknya dari polusi ini sangat mendalam. Ingin terhindar, tapi kok masih banyak yang belum sadar dengan efisiensi energi ya...
ReplyDeleteSemua bisa dilakukan dengan dimulai dari diri kita sendiri ya. Hemat listrik juga bisa bantu jaga lingkungan. Yuk bergerak bersama
ReplyDeleteTransisi energi ini tentu banyak banget yaa kak manfaatnya, terutama mengurangi polusi udara. Semoga ada banyak yang mulai menerapkan transisi energi ini 💚
ReplyDeleteKalau kita sayang bumi, bumi jg akan sayang kita, skrg aja klu nton berita miris orang ramai menyalahkan alam saat ada bencana pdhl, itu semua krn perbuatan manusia. Smga saja dengan program transisi energi ini bisa mengurangi selimut polusi
ReplyDeletePolusi emang salah satu fenomena yg blm terpecahkan..
ReplyDeleteTpi pas datang nya covid sempat menurun, bahkan langit sedkit cerah...
potensi baiknya transisi energi ini tetap ada efek sampingnya ya, karena pasti akan jg berdampak, meski mungkin dampaknya belum terlalu besar seperti energi yg udah dieksploitasi sekarang
ReplyDeleteBumi makin tua, makin rusak akibat polusi. Tiap individu memang harus berupaya untuk transisi energi
ReplyDeleteUdah makin meresahkan banget emang sekarang ya kak. Selimut polusi makin mebebal. Asap pabrik, asap kendaraan, kebakaran hutan, dll. Sehingga bumi pun makin memanas saja. Semoga transisi energi ini bisa terwujud tanpa banyak hambatan dan bermanfaat banyak buat kita semua. Aamiinn
ReplyDeleteSudah saatnya bergerak bersama untuk melindungi bumi, jangan sampai mengatakan bumi sedang tak baik-baik saja, padahal kita manusia yang tak baik-baik saja dalam mengelola bumi kita
ReplyDeleteyuk kita lakukan apa yang bisa kita lakukan ya Mbak Wulan, pelan-pelan kita bisa lepas dari ketergantungan energi fosil ini
ReplyDelete