Penyakit kusta, yang sudah dikenal sejak jaman kuno, tetap menjadi masalah serius dalam kesehatan masyarakat, terutama bagi wanita. Kusta sering dianggap sebagai monster menakutkan, yang tidak Tanya berdampak pada kondisi fisik seseorang tetapi juga merusak kecantikan, karena karateristik penyakit kusta yang merusak tubuh hingga mengalami kecacatan.
Upaya-upaya untuk melawan stigma kusta banyak dijalankan oleh media dan organisasi pemerhati kusta, diantaranya melalui Talkshow Ruang Publik KBR: Wanita dan Kusta yang turut didukung oleh NLR Indonesia.
Apa itu Kusta?
Penyakit kusta juga dikenal sebagai lepra, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Kusta merupakan penyakit yang memiliki dampak series pada kulit, saraf dan beberapa organ tubuh manusia.
Kusta memiliki karakteristik yang mencolok, termasuk perubahan warna kulit, luka dan hilangnya sensasi pada arena yang terkena. Kusta menjadi penyakit stigmatik karena kurangnya pemahaman tentang cara penularannya.
Perawatan kusta biasanya menggunakan antibiotik dalam jangka waktu yang cukal lama untuk mengobati infeksi. Pengobatan dini merupakan kunci untuk mencegah kerusakan lebih lanjut hingga potensi kelumpuhan.
Penyakit Kusta |
Ketidaksetaraan Gender pada Penderita Kusta
Menurut penelitian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengenai pemeriksaan dampak kusta pada pria dan wanita dengan sampel sebanyak 202 pasien kusta di Riberairo, Preto, Brazil, kusta memperburuk ketidaksetaraan gender yang sudah ada. Diagnosis kusta cenderung menyebabkan tingkat stigmatisasi diri yang lebih tinggi di kalangan wanita, yang pada gilirannya berdampak besar terhadap kegiatan para wanita sehari-hari.
Wanita dengan kusta sering kali menghadapi berbagai tantangan. Mereka mungkin merasa perlu menyembunyikan penyakit ini dari keluarga, lingkungan pertemanan hingga lingkungan sosial masyarakat karena takut akan stigma sosial yang mungkin muncul. Hal ini dapat mengisolasi para wanita dari dukungan sosial yang diperlukan dalam penyembuhan kusta.
Strategi Adaptif Wanita dengan Kusta
Saat kita berbicara tentang bagaimana wanita dengan kusta damat berkarya dan menjalani hidup bermasyarakat, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan, seperti yang dilakukan oleh lembaga Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa) Sulawesi Selatan.
1. Pendidikan dan Kesaradaran
Penting bagi wanita yang terkena kusta untuk memahami penyakit kusta yang diidap dengan baik. Dengan pengetahuan yang tepat, wanita penderita kusta damat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk merawat diri mereka sendiri dan mencegah penyebaran penyakit. Selain itu, mereka dapat berpartisipasi dalam upaya untuk menghilangkan stigma yang menyertainya untuk memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat.
2. Dukungan Emosional
Menghadapi kusta tidak perlu dilakukan sendiri. Wanita dengan kusta perlu memiliki jaringan dukungan emosional yang kurt, termasuk dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat. Mendengarkan pengalaman dan perjuangan wanita penderita kusta dapat membantu mengurangi rasa isolasi dan meningkatkan rasa kepercayaan diri.
3. Partisipasi Aktif dalam Organisasi
Wanita dengan kusta dapat mengambil mengambil peran aktif dalam organisasi atau kelompok yang peduli tentang penyakit kusta. Hal ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi wanita penderita kusta untuk berbagi pengalaman tetapi juga untuk berkontribusai pada upaya penghapusan stigma dan meningkatkan akses perawatan kesehatan penderita kusta yang lebih baik. Bagi wanita penderita kusta yang berada di Sulawesi Selatan, bisa bergabung dengan PerMaTa di bawah kepemimpinan Yuliati.
4. Mengedepankan Kemandirian
Mengembangkan kemampuan untuk mandiri dalam mengatasi masalah adalah kunci. Termasuk juga pemahaman tentang perawatan diri, penggunaan obat-obatan, dan cara menjaga kesehatan fisik dan mental.
Organisasi Kusta
PerMaTa Sulawesi Selatan
PerMaTa Sulawesi Selatan berupaya untuk melawan stigma dan diskriminasi terhadap orang yang sedang dan pernah mengalami kusta agar memiliki kehidupan yang bermartabat. Program-program yang dijalankan PerMaTa untuk mentapai tujuan tersebut yaitu
1. Stop Stigma.
Dengan menyebarkan informasi tentang kusta dan permasalahan yang dialami orang yang sedang dan pernah mengalami kusta kepada kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat dan juga anak sekolah.
2. Pendampingan.
PerMaTa mendampingi orang penderita kusta selama dan setelah pengobatan. PerMaTa memberikan informasi dan konseling sebaya, meyakinkan penderita kusta untuk minum obat kusta dan membantu rujukan untuk perawatan dan rehabilitasi.
3. Pemberdayaan.
PerMaTa memberdayakan orang yang sedang dan pernah mengalami kusta dari segi penerimaan diri, peningkatan kapasitas dan kepercayaan diri serta pengembangan ekonomi melalui pelatihan dan pemberian dana simpan pinjam serta modal usaha.
4. Penguatan Kebijakan.
Hal penting yang menjadi agenda PerMaTa adalah menghadirkan banyak kebijakan terkait penanganan kusta yang tepat dan tanpa diskriminasi, maka advokasi penguatan kebijakan dilakukan baik di skala nasional, provinsi, maupun di kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Yuliati, Ketua PerMaTa Sulsel dan OYPMK Wanita
Ruang Publik KBR: Wanita dan Kusta |
Menjadi hal yang penting untuk mendengarkan pandangan dari tokoh seperti Yuliati, Ketua PerMaTa Sulsel dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) Wanita. Dirinya telah berkomitmen untuk mendukung wanita dengan kusta. Pengalaman dan wawasan dari sosok Yuliati dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi wanita lain yang menghadapi penyakit kusta.
Dalam menghadapi kusta, terutama bagi wanita, penting untuk mengubah pandangan masyarakat tentang penyakit kusta. Penyakit kusta bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga masalah kemanusiaan dan kesetaraan gender. Dengan dukungan, pendidikan dan pemahaman, wanita dengan kusta dapat tetap berkarya dan menjalani hidup bermasyarakat dengan martabat dan kepercayaan diri.
Baca Juga
No comments
your comment awaiting moderation